Sejak zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang penduduknya ramah. Sopan dalam
berperilaku, santun dalam budi pekerti. Sangat beralasan jika para pendatang dari
mancanegara bahkan penjajah dari Belanda, Inggris maupun Portugis pun betah berlama-lama tinggal di Indonesia.
Seiring dengan
kemerdekaan yang telah diraih. Terbukanya akses penduduk terhadap teknologi dan
informasi. Dan, peningkatan kesejahteraan yang dikecap oleh sebahagian kecil
rakyat Indonesia,
ditengarai telah menjadi salah satu sebab rusaknya tatanan sendi kehidupan yang
harmoni tersebut.
Kini semakin banyak
warga negara Indonesia yang lebih mementingkan diri sendiri. Kerap berperilaku agresif terhadap
orang lain tanpa alasan yang masuk akal. Bahkan hanya karena dipicu oleh sebab
yang sangat remeh.
Apalagi bagi seseorang
yang merasa hebat dan senantiasa mementingkan sifatnya yang individualis,
kemarahan atau amukan yang merugikan orang lain secara fisik dan mental sah-sah
saja mereka lakukan. Ciri individu seperti ini dikenal dalam keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatri sebagai individu yang mengalami gangguan jiwa.
Seorang psikosis. Bisa pula seorang psikopat yang terganggu kepribadiannya.
Kembali kepada tindakan kekerasan, saat
ini tindak kekerasan tidak hanya dialami kalangan masyarakat umum saja. Bukan
pula hanya terjadi didalam keluarga berupa kekerasan domestik yang dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau anak dan sebaliknya. Sekarang kekerasan pun
kerap terjadi antar profesi, dalam satu profesi ataupun dilakukan oleh
orang-orang yang mengaku berpendidikan tinggi dan menjabat kedudukan yang
terhormat.
Lebih miris lagi
tindak kekerasan itu justru dilakukan oleh seorang tenagakesehatan yang tugas dasarnya
adalah menjaga dan meningkatkan kesehatanorang lain. Sungguh tidak bisa
diterima oleh akal sehat.
Perawat sebagai sebuah profesi juga kerap terlibat dalam kejadian penganiayaan, ada
diantaranya sebagai pelaku, tapi lebih kerap lagi menjadi korban yang babak
belur. Satu penganiayaan yang brutal dan tidak berperikemanusiaan minggu ini
baru saja dialami oleh seorang perawat. Dilakukan
oleh seorang oknum dokter spesialis orthopedi berinisial T di sebuah Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara (RS DKT) yang beralamat di jalan Dr. Rivai No. 7 Bandar
Lampung.
Perawat berinisial Y ini, telah mengalami penganiayaan fisik yang cukup berat.
Pelaku yang seorang dokter dari kalangan militer dengan fisik yang terlatih, tentu saja bukan
tandingan yang sepadan bagi perawat Y yang bukan orang militer. Akibatnya tentu saja korban tidak mampu untuk
melakukan perlawanan. Korban pun babak belur.
Pelaku naik pitam atas
alasan yang sepele, yaitu karena perawat Y membantah perkataan pelaku yang mengatakan bahwa “perawat adalah pembantu dokter”. Debat di kawasan rumah sakit itu
berujung dengan tindak penganiayaan. Pelaku yang marah besar memukul perawat Y
secara membabi-buta, tidak ada perlawanan yang berarti, bahkan ketika korban
terjerembab di lantai pun pelaku terus mengejar dan menghujaninya dengan bogem
mentah.
Pada saat kejadian
tidak diketahui apakah ada yang memisahkan atau tidak. Informasi yang
didapatkan saat ini masih terbatas karena hampir sebahagian besar saksi
kejadian tutup mulut dan tidak bersedia untuk berkomentar. Bahkan hingga
beberapa hari setelah kejadian, tidak satupun media online atauoffline di Bandar Lampung yang memberitakan tindak kekerasan dokterorthopedi T
yang asal tentara ini terhadap perawat Y. Ada indikasi pelaku adalah orang yang
memiliki dukungan kuat sehingga peristiwa ini sengaja ditutupi dari media.
Berdasarkan informasi
dari pengurus Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI) Lampung yang
mengunjungi korban di rumah sakit, terverifikasi bahwa kejadian ini memang
telah dialami oleh perawat Y. Photo dibawah ini adalah keadaan sebenar dari
perawat Y setelah menjalani operasi rekonstruksi hidung yang dilakukan pada
hari Senin tanggal 17 Juni 2013 lalu.
Keadaan korban saat ini wajahnya masih
terlihat lebam, terutama dibawah mata. Nafas hanya bisa menggunakan mulut
karena kedua hidung masih terpasang tampon. Sungguh brutal sekali perilaku
dokter T itu. Silakan perhatikan sekali lagi keadaan perawat Y dalam photo
diatas, sungguh miris sekali bukan?
Kejadian seperti ini tidak boleh
terulang. Korban maupun perawat-perawat lain yang pernah dianiaya sepreti ini
pasti merasakan sakit yang tidak terperi. Malu bahkan sakit hati. Begitupun
profesi telah tercoreng oleh ulah oknum dokter spesialis orthopedi yang
perilakunya tidak ubahnya seperti preman pasar yang tidak berpendidikan.
Pelaku – dokter spesialis orthopedi
berinisial T – harus dihukum sesuai aturan yang berlaku di negara ini. Tidak
boleh dibiarkan dan dimaafkan begitu saja. Biarkan pelaku meringkuk di penjara
sebagaimana pelaku penganiayaan terhadap pramugari yang pernah terjadi beberapa
waktu yang lalu.
Kepada organisasi
profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lampung, proses kejadian ini dengan segera. Jangan sampai ada lagi
perawat-perawat Y lain yang menjadi korban, jangan sampai ada lagi
dokter-dokter T lain yang arogan dan sewenang-wenang terhadap orang atau
profesi lain.
Kepada organisasi
profesi PPNI Lampung, laporkan dokter T ini ke polisi. Laporkan pula pelaku kepada
atasannya di wilayah teritorial Korem Garuda Hitam, juga atasannya lagi di
Pomdam II Sriwijaya, bila perlu sampai Panglima TNI AD dan Presiden Republik Indonesia.
Tidak lupa laporkan pula kepada dinas kesehatan dan instansi terkait.
Kepada PPNI Lampung, laporkan pula pelaku kepada Komnas HAM ataupun LBH yang ada
disana. Pastikan bahwa pelaku diproses sebagaimana rakyat Indonesia lain yang
lalai dan melakukan tindak kriminal.
Kepada rekan sejawat
perawat di seluruh Indonesia, bantu sebarkan informasi ini ke media online dan offline. Kita awasi proses
hukum untuk semua kasus penganiayaan terhadap perawat, termasuk kasus terhadap
perawat Y ini. Bantu agar media mau untuk memberitakan aksi brutal yang dialami
perawat ini.
Akhirnya, mari
senantiasa kita praktikkan zero tolerance to violence mulai hari ini. Mari
kita katakan pada diri kita dan orang lain disekitar kita: “Say No to Violence!”.
0 komentar:
Posting Komentar