Kelalaian tenaga kesehatan atau sering disebut malpraktik
kadang kala muncul dalam masalah pelayanan kesehatan terutama dalam bidang
pengobatan dan keperawatan. Kelalaian tenaga kesehatan/malpraktik sendiri
mempunyai pengertian beragam. Menurut Worl Medical Associatian (1992), malpraktik
yaitu :
1.
Medical
malpractice involves the physician failrute to conform to the standard of care
for treatment of the patient’s condition.
2.
Or
lack of skill
3.
Or
negligence in providing care to the patient
4.
Wich
is the direct causa of in injuri to the patient.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk
1.
Malfeasance
2.
Misfeasance
3.
Nonfeasance
Empat unsur sikap tenaga kesehatan dianggap lalai
1.
Duty
atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis atau tidak
melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi yang tertentu.
2.
Direliction
of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3.
Damage
atau kerugian adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat pelayanan kesehatan kedokteran dan atau keperawatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.
4.
Direct
casual reletionship atau hubungan sebab akibat yang nyata.
Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian tenaga
kesehatan harus membuktikan adanya ke-empat unsur diatas. Apabila salah satu
diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan tersebut diniliai tidak cukup
bukti.
Diagram
dugaan pelanggaran
Diagram1.3. Prosedur Penuntutan Dugaan Kelalaian Tenaga
Dokter dan perawat Sesuai UU Kedokteran
dan RUU Keperawatan.
A.
Dasar hukum penuntutan ganti rugi
Dalam UU kesehatan
nomer 23 pasal 54 dan pasal 55 menyebutkan :
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh majlis disiplin tenaga kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja majlis
disiplin tenaga kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden.
Pasal 55
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam KUHPerdata
juga mengatur mengenai ganti rugi atas kesalahan dan kelalaian petugas
kesehatan yang tercantum dalam pasal :
Pasal 1365
“Tiap berbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1366
“Setiap orang bertanggungjawab untuk kerugian tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Pasal 1367
“Setiap orang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian
yang disebabkan perbuatanya sendiri,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggunganya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah
pengawasanya.
Pasal 1370
“Dalam halnya suatu pembunuhan dengan sengaja atau kurang
hati-hatinya seseorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, yang lazimnya
mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, mempunyai hak menuntut suatu
ganti-rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah
pihak, serta menurut keadaan.
Pasal 1371
“Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan
sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk, selain
penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut kerugian yang disebabkan oleh
luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut
kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.
Pasal 1372
“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan
mendapatkan penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
Di dalam KUH Pidana juga ditemukan pasal-pasal tentang
kelalaian yaitu :
Pasal 359
“Barang siapa karena kesalahan/ kealpaanya (kelalaianya) menyebabkan
matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahanya (kelalainya) menyebabkan orang lain
mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang karena kesalahanya (kelalaianya) menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama selama waktu tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau
denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pasal 361
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan
dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambahkan dengan
sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan.
B.
Pembuktian Adanya Kewajiban dan Pelanggaran
Dasar adanya
kewajiban tenaga kesehatan adalah adanya hubungan kontraktual profesional antar
tenaga kesehatan dengan pasien, kewajiban profesional diuraikan dalam sumpah
profesi, etika profesi, berbagai standar pelayanan dan prosedur oprasional.
Kewajiban tersebut
dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai
perlindungan baik bagi pemberi layanan maupun penerima layanan, untuk dapat
memperoleh kualifikasi sebagai perawat atau dokter, setiap orang harus memiliki
suatu kompetensi tertentu di bidang medik dengan tingkat yang tertentu pula,
sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai selama mengikuti pendidikan
keperawatan atau kedokteran.
- Perawat harus memiliki kewenangan bidang kesehatan
(izin praktik)
- Perawat harus memiliki kewenangan formil (surat penugasan)
- Perawat harus memiliki kewenangan materiel yang
diperoleh dengan memperoleh izin praktik.
Sikap dan tindakan
yang wajib dilakukan oleh perawat diatur dalam berbagai standar :
1.
Standar prilaku
diurai dalam etika keperawatan dan kode etik keperawatan
2.
Standar prilaku
PPNI.
Dengan melihat
uraian kewajiban diatas, maka mudah buat kita untuk memahami arti penyimpangan
kewajiban, dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan
“what is right (or wrong) for one person in a given, situation is similarly
right (or wrong) for any other in an indential situation”
C.
Pembelaan Adanya Penyimpangan Kewajiban
Pada umumnya
hubungan profesional antara perawat / dokter dengan pasien telah terbentuk,
dimana sangat jarang kelalaian medik terjadi karena adanya hubungan
perawat-pasien, seperti pada upaya pertolongan dokter/perawat pada gawat
darurat medik yang tidak pada sarana kesehatan, dengan demikian pembelaan harus
ditujukan kepada upaya pembuktian tidak adanya pelanggaran yang ditujukan yang
dilakukan perawat atau dokter.
Dalam KUHP, UU
Kesehatan dan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
tidak terdapat pelanggaran dokter / perawat terhadap kewajiban, demikian pula
pasal-pasal dalam sumpah profesi, etika keperawatan / kedokteran dan standar
prilaku IDI maupun PPNI, kecuali yang berkaitan dengan standar prosedur /
standar pelayanan minimal.
Pembelaan harus
dapat menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan standar profesi dan atau standar
prosedur operasional atau kalaupun ada penyimpangan dapat dibuktikan bahwa
penyimpangan tersebut masih dapat dibenarkan atau dimaafkan. Seperti kita lihat
pada faktor-faktor dibawah ini.
Faktor-faktor
pemaaf dan pembenaran ialah :
1.
Keterbatasan sumber
daya.
2.
Pendeknya waktu
atau tingkat keparahan
3.
Sifat perjalanan
penyakit pasien.
D.
Pembuktian Kerugian dan Hubungan Kausalnya
Pada dasarnya suatu
kerugian adalah sejumlah uang tertentu yang harus diterima oleh pasien sebagai
kompensasi agar ia dapat kembali ke keadaan semula sebelum terjadinya sengketa
medik, tetapi sulit untuk dicapai pada kerugian yang berbentuk kecederaan atau
kematian seseorang, oleh karena itu kerugian tersebut harus dihitung sedemikian
rupa sehingga tercapai jumlah yang layak (Reasonable atau fair) suatu
kecederaan sukar dihitung dalam bentuk financial.
Kerugian dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Kerugian immaterial
(general damages, non pecuniary losses).
2.
Kerugian material
(special damages, pecuniary losses).
a.
Kerugian akibat
kehilangan kesempatan.
b.
Kerugian nyata,
terdiri dari :
1)
Biaya yang telah
dikeluarkan hingga saat penggugatan
2)
Biaya yang akan
dikeluarkan sesudah penggugatan.
Ditinjau dari segi
kompensasinya, kerugian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Kompensasi untuk
kecederaan yang terjadi bersifat immaterial
a.
Sakit dan
penderitaan
b.
Kehilangan
kesenangan / kenikmatan (amenities)
c.
Kecederaan fisik /
psikiatris
2.
Kompensasi untuk
pengeluaran tambahan
a.
Pengeluaran untuk
perawatan rumah sakit
b.
Pengeluaran untuk
biaya medis lain
c.
Pengeluaran untuk
perawatan
3.
Kompensasi untuk
kerugian lain yang foreseable (kerugian akibat kehilangan kesempatan)
a.
Kehilangan
penghasilan
b.
Kehilangan
kapasitas mencari nafkah.
E.
Pembelaan Terhadap Aspek Kerugian dan Kausalitas
Dalam posisinya
sebagai tergugat, perawat / dokter harus membela diri dengan mencoba membuktikan
bahwa setidaknya salah satu unsur kelalaian medik diatas adalah tidak benar.
Salah satu contohnya adalah bahwa kerugian yang merupakan akibat tindakan atau
kelalaian perawat/dokter tidaklah sebesar yang digugat.
Dalam menilai ganti
rugi (remoteness of demege) dikenal 2 pendekatan :
1. Berdasar atas
pandangan bahwa tergugat bertanggungjawab atas segala akibat langsung dari kelalaian, tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut tidak biasa ataupun tidak
terduga.
2. Didasarkan atas
pandangan bahwa seseorang hanya bertanggungjawab atas akibat-akibat yang secara
reasonable dapat diantisipasi, bahkan juga pada keadaan ia tidak diragukan lagi
sebagai penyebab kerugian atau kecederaan tersebut.
Didalam praktik
kedua pendekatan tersebut tidaklah mudah diterapkan dan dipilih mana yang
benar, oleh karena kenyataan tidaklah sedemikian sederhana.
Suatu adverse
outcome (hasil tidak diharapkan) dibidang medik sebenarnya diakibatakan oleh
beberapa kemungkinan yaitu :
1. Hasil dari suatu
perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang
dilakukan perawat ataupun dokter.
2.
Hasil dari suatu
resiko yang tidak dapat dihindari, yaitu yang tak daapat diketahui sebelumnya
karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Resiko tersebut
harus diinformasikan terlebih dahulu.
3.
Hasil dari suatu
kelalaian medik (malpraktik).
4.
Hasil dari suatu
kesengajaan, ini tidak mungkin terjadi didunia keperawatan ataupun kedokteran.
1.
Forenseeable,
contohnya seorang dokter yang melakukan SC kemudian melakuakan tindakan yang tidak cermat dapat
mengakibatkan perlukaan yang tidak perlu. (misalnya tepotongnya ureter / vecica
urinaria).
2.
Unforseeable,
contoh berhunganan dengan kasus diatas. Terjadinya perlekatan berlebihan
alat-alat dalam disekitar reproduksi.
Jenis cedera juga
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Forensen, cidera
yang berhungan dengan atau akibat dari suatu tindakan.
Contoh : seorang
dokter melakukan operasi wound toilet, kerena kurang seteril atau dalam
melakukan operasi kurang adekut dan kemudian hari terjadi tetanus/ gamggren
atau sepsis.
2.
Unforeseen, adalah
cidera yang disebabkan atau terjadi tidak ada hubungannya dengan tindakan yang
telah dilakukan.
Contoh : seorang ibu mengalami perdarahan ketuban
pecah dini yang tidak bisa tolong dan menyebabkan kesulitan jalan lahir,
terinfeksi, dan kemudian terjadi kematian ibu dan kerugian finansial maka
kesemuanya dianggap foreseeable, tetapi kemudian apabila terjadi kematian
suaminya yang kebetulan menderita infark jantung maka kematian suami tersebut
termasuk unforeseeable