Ponkesdes
adalah sebuah program pelayanan kesehatan berbasis masyarakat pedesaan yang di
gagas oleh Gubernur Jawa Timur Dr. H. Sukarwo, dan hanya ada di jawa Timur
Program
ini adalah pengembangan dari polindes yang ditambah seorang perawat dan jadilah
“Ponkesdes” jangkauan pelayanannyapun semakin luas yang dulunya hanya melayani
kesehatan ibu, Anak dan Keluarga Berencana kini menjelma menjadi Puskesmas Desa,
yang mana cakupan kerjanya menjadi lebih luas diantaranya 6 pokok upaya
pelayanan kesehatan wajib dan 9 Upaya Kesehatan pengembangan harus dilaksanakan
diponkesdes ini, walaupun hanya pada tingkat Desa dimana perawat tersebut
tinggal, ini adalah sesuatu yang membagakan bagi desa yang ditempati program
Ponkesdes, bilamana semua program yang di gariskan bisa dilaksanakan dengan
baik oleh perawat dan Bidan di Ponkesdes tersebut, saya yakin Desa tersebut
akan maju, sejahtera dan mandiri dalam hal kesehatanya minimal mandiri dalam
hal menyelesaian masalah kesehatannya sendiri. Pertanyaannya sekarang muncul “
sudah dilaksanakan belum program itu di ponkesdes?
Untuk
menjawab pertanyaan diatas membutukan analisa para ahli yang berkompenten,
disini penulis berusaha untuk menerka dan mengotak-atik dengan bahasa “Warkop”,
yang di mulai dari sisi kebijakan, kebijakan ini sangat2 brilian disaat
sebagian pejabat publik yang ada di RI ini hanya terkonsentrasi pada
pengembalian dana kampenye, masih ada pejabat yang mempunyai ide untuk
kesejahteraan masyarakat terlepas dari berhasil tidaknya ide tersebut
tergantung pelaksana dilapangan. Yang kedua, pelaksana dilapangan disini ada
bidan dan perawat, ibaratkan mobil kalau sopirnya ada dua orang disadari atau
tidak masalah pasti akan muncul walaupun sopir itu sudah diberi pengarahan
tentang jata/ job order masing2, yang namanya urusan perut dimana-mana pasti
jadi masalah (yang lama merasa tersaingi/terebut jatanya dan yang baru ingin
punya akses) tanpa diANUGRAHi hati yang lapang pada kedua pengemudi Ponkesdes
program ini akan kandas, dan ini kalau dibiarkan berlarut akan menjadi BENCANA
bagi perawat yang bertugas ditempat itu karena menjadi sasaran kegagalan
program Ponkesdes sebab selama ini (3 tahun berlalu program Ponkesdes) terkesan
PERAWAT lah yang menjadi “Aktor utama” berhasil tidaknya program Ponkesdes,
padahal selama saya melakukan penelitian peran Bidan sangat penting terutama
dalam hal keikhlasannya dalam menerima patner baru ditempatnya bertugas dan
kesedian berbagi tugas sesuai kompetensi masing-masing.
Ketiga,
masalah lintas sektor terutama dengan pejabat Desa, dalam hal ini Kepala Desa
banyak keluhan-keluhan yang di utarakan sama perawat Ponkesdes terutama
berkenaan dengan tempat, banyak Desa-Desa di Gresik yang terkesan belum siap
dengan di hadirkannya perawat Desa dengan indikator belum adanya tempat yang
layak untuk dijadikan Puskesmas kecil di desa tersebut walaupun ada tempat,
sebagai besar tidak memenuhi syarat untuk dikatakan Ponkesdes, ini adalah
penyumbang terbesar ketidak-efektifan program Ponkesdes.
Masalah
ke-Emapat adalah kesejahteraan pelaksana Ponkesdes, pelaksana di sini ada 2
orang Bidan dan Perawat. Berbicara tentang kesejahteraan akan berimplikasi
luas, karena Kesejahteraan adalah masalah komplek, tergantung yang menikmati
dan dijadikan masalah apa tidak? Yang pasti gaji perawat Ponkesdes sebanyak Rp.
500.000 dana tersebut patungan antara Pemprop dan Pemda fefty2, ini sangat
berimplikasi pada kinerja di Ponkesdes, belum lagi masalah asuransi diri dan
keluarga bagi pelaksana ponkesde, bahkan sebagaian perawat ada yang berkisah
dalam wawancara saya dan berkata “ masak pak kita melayani pasien
JASKESMAS/Askes malah petugasnya tidak punya jaminan kesehatan, sungguh ironi
pak”. itu semua bisa menjadi faktor penghambat keberhasilan Program Ponkesdes
di Jawa Timur.
Sumber : Hasil penelitian Ahmad ihsan, SH
Alumni Fakultas Hukum Unisla