S E L A M A T D A T A N G DI GAPERDES GRESIK [ GABUNGAN PERAWAT DESA KABUPATEN GRESIK ] SATU-SATUNYA DI INDONESIA

Sosialisai dan Silahturahmi

Tentang Keberadaan Gaperdes Kabupaten Gresik

Persiapan Pengukuhan

Pertemuan dengan Wabub Gresik didambingi oleh Kabag Humas Pemda Gresik Dalam Rangkah Persiapan Penggukuhan Pengurus Gaperdes

Pertemuan Pengurus Gaperdes

Dengan Kepala Dinkes Kabupaten Gresik yang diwakili Kabag Yankes

Pembinaan dan Penyegaran

Program Poskesdes oleh tim pembina Dinkes Kabupaten Gresik di Desa Njobaang Ddelik Kecamatan Balongpanggang

Kegiatan Perawat Desa

Penimbangan dan pengobatan dasar Lansia di dusun karangasem

Minggu, 22 September 2013

PONKESDES : Antara Anugrah dan Bencana buat Perawat


Ponkesdes adalah sebuah program pelayanan kesehatan berbasis masyarakat pedesaan yang di gagas oleh Gubernur Jawa Timur Dr. H. Sukarwo, dan hanya ada di jawa Timur
Program ini adalah pengembangan dari polindes yang ditambah seorang perawat dan jadilah “Ponkesdes” jangkauan pelayanannyapun semakin luas yang dulunya hanya melayani kesehatan ibu, Anak dan Keluarga Berencana kini menjelma menjadi Puskesmas Desa, yang mana cakupan kerjanya menjadi lebih luas diantaranya 6 pokok upaya pelayanan kesehatan wajib dan 9 Upaya Kesehatan pengembangan harus dilaksanakan diponkesdes ini, walaupun hanya pada tingkat Desa dimana perawat tersebut tinggal, ini adalah sesuatu yang membagakan bagi desa yang ditempati program Ponkesdes, bilamana semua program yang di gariskan bisa dilaksanakan dengan baik oleh perawat dan Bidan di Ponkesdes tersebut, saya yakin Desa tersebut akan maju, sejahtera dan mandiri dalam hal kesehatanya minimal mandiri dalam hal menyelesaian masalah kesehatannya sendiri. Pertanyaannya sekarang muncul “ sudah dilaksanakan belum program itu di ponkesdes?
Untuk menjawab pertanyaan diatas membutukan analisa para ahli yang berkompenten, disini penulis berusaha untuk menerka dan mengotak-atik dengan bahasa “Warkop”, yang di mulai dari sisi kebijakan, kebijakan ini sangat2 brilian disaat sebagian pejabat publik yang ada di RI ini hanya terkonsentrasi pada pengembalian dana kampenye, masih ada pejabat yang mempunyai ide untuk kesejahteraan masyarakat terlepas dari berhasil tidaknya ide tersebut tergantung pelaksana dilapangan. Yang kedua, pelaksana dilapangan disini ada bidan dan perawat, ibaratkan mobil kalau sopirnya ada dua orang disadari atau tidak masalah pasti akan muncul walaupun sopir itu sudah diberi pengarahan tentang jata/ job order masing2, yang namanya urusan perut dimana-mana pasti jadi masalah (yang lama merasa tersaingi/terebut jatanya dan yang baru ingin punya akses) tanpa diANUGRAHi hati yang lapang pada kedua pengemudi Ponkesdes program ini akan kandas, dan ini kalau dibiarkan berlarut akan menjadi BENCANA bagi perawat yang bertugas ditempat itu karena menjadi sasaran kegagalan program Ponkesdes sebab selama ini (3 tahun berlalu program Ponkesdes) terkesan PERAWAT lah yang menjadi “Aktor utama” berhasil tidaknya program Ponkesdes, padahal selama saya melakukan penelitian peran Bidan sangat penting terutama dalam hal keikhlasannya dalam menerima patner baru ditempatnya bertugas dan kesedian berbagi tugas sesuai kompetensi masing-masing.
Ketiga, masalah lintas sektor terutama dengan pejabat Desa, dalam hal ini Kepala Desa banyak keluhan-keluhan yang di utarakan sama perawat Ponkesdes terutama berkenaan dengan tempat, banyak Desa-Desa di Gresik yang terkesan belum siap dengan di hadirkannya perawat Desa dengan indikator belum adanya tempat yang layak untuk dijadikan Puskesmas kecil di desa tersebut walaupun ada tempat, sebagai besar tidak memenuhi syarat untuk dikatakan Ponkesdes, ini adalah penyumbang terbesar ketidak-efektifan program Ponkesdes.
Masalah ke-Emapat adalah kesejahteraan pelaksana Ponkesdes, pelaksana di sini ada 2 orang Bidan dan Perawat. Berbicara tentang kesejahteraan akan berimplikasi luas, karena Kesejahteraan adalah masalah komplek, tergantung yang menikmati dan dijadikan masalah apa tidak? Yang pasti gaji perawat Ponkesdes sebanyak Rp. 500.000 dana tersebut patungan antara Pemprop dan Pemda fefty2, ini sangat berimplikasi pada kinerja di Ponkesdes, belum lagi masalah asuransi diri dan keluarga bagi pelaksana ponkesde, bahkan sebagaian perawat ada yang berkisah dalam wawancara saya dan berkata “ masak pak kita melayani pasien JASKESMAS/Askes malah petugasnya tidak punya jaminan kesehatan, sungguh ironi pak”. itu semua bisa menjadi faktor penghambat keberhasilan Program Ponkesdes di Jawa Timur.

Sumber : Hasil penelitian Ahmad ihsan, SH
Alumni Fakultas Hukum Unisla

Rabu, 11 September 2013

Gaperdes (Gabungan perawat Desa) Gresik dan DPR DUKUNG BIDAN MEMILIKI UU KEBIDANAN TERSENDIRI...


PPNI - Dukungan komisi IX agar bidan memiliki Undang-undang kebidanan sendiri yang terpisah dengan RUU Keperawatan mengemuka pada Rapat  Dengar Pendapat Umum (RDPU) 
tanggal 3 september 2013 di ruang rapat komisi IX yang menghadirkan PPNI dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

seperti diberitakan  sebelumnya, Komisi IX melalui Panja RUU Keperawatan mengagendakan RDPU antara Panja RUU Keperawatan, PPNI dan IBI dengan tujuan untuk mendengarkan pandangan dari Organisasi profesi PPNI dan IBI mengenai rencana pemerintah mengganti judul RUU Keperawatan menjadi RUU Keperawatan dan Kebidanan.

Dalam RDPU yang dilaksanakan pada pukul 17.30 – 18.30 wib tersebut, PPNI melalui Ketua umumnya, Dewi Irawati, MA, PhD, kembali menegaskan bahwa PPNI tetap konsisten dengan RUU Keperawatan mengingat RUU Keperawatan telah sangat lama diperjuangkan oleh perawat dan komisi IX melalui Panja RUU Keperawatan. Sedangkan IBI melalui ketua umumnya, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, memaparkan bahwa IBI sangat setuju dengan Menkes untuk mengganti RUU Keperawatan menjadi RUU Keperawatan dan Kebidanan dengan memasukkan konten kebidanan di RUU tersebut. IBI juga secara tegas melakukan penolakannya bila judul RUU Keperawatan tidak diubah.

RDPU kemudian dilanjutkan dengan pandangan masing-masing fraksi mengenai RUU Keperawatan. Secara tegas, Semua fraksi di Komisi IX tetap menginginkan RUU Keperawatan disahkan secara tersendiri. sedangkan Bidan akan di dorong untuk memiliki Undang-undang tersendiri.

Dalam RDPU tersebut Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, mengatakan bahwa bidan sebenarnya telah mengajukan RUU Praktek Kebidanan sejak beberapa tahun lalu dan IBI telah dua kali menulis surat kepada Baleg DPR untuk memfollow up Draft RUU Kebidanan tersebut ke Baleg DPR, tetapi sampai saat ini tidak pernah ada respon balik dari DPR. Dan pada akhirnya IBI menyambut baik tawaran Menkes untuk memasukkan content kebidanan kedalam RUU Keperawatan dan mengganti RUU Keperawatan dengan RUU Keperawatan dan kebidanan.
Mendapat informasi tersebut, Semua anggota Panja RUU Keperawatan yang hadir dalam RDPU mengaku kaget bahwa Bidan sudah memiliki RUU Praktek Bidan. Dan setelah ditelusuri, RUU Praktek Kebidanan memang telah masuk prolegnas RUU di komisi IX dan menempati urutan ke 261. Tetapi sekali lagi bahwa hampir semua anggota fraksi tidak menyadarinya karena bidan tidak pernah melakukan audiensi dengan komisi IX. Selain itu, anggota Panja RUU Keperawatan juga mempertanyakan, bila Kebidanan ingin dimasukkan dalam satu UU dengan Keperawatan, kenapa IBI tidak pernah melakukan audiensi dan mengajukan permohonan secara formal ke komisi IX. 

Semua anggota panja RUU Keperawatan sepakat bahwa sangat sulit menerima usul Menkes untuk mengganti RUU Keperawatan menjadi RUU Keperawatan dan Kebidanan termasuk memasukkan pasal-pasal yang terkait dengan kebidanan mengingat hal tersebut akan menyalahi tata aturan dalam pembuatan Undang-undang.
 

Komisi IX lebih sepakat agar bidan memiliki UU tersendiri dan bahkan komisi IX berjanji akan segera membahas RUU kebidanan setelah RUU Keperawatan disahkan menjadi UU Keperawatan. hal ini mengingat usulan pemerintah untuk memasukan bidan dalam RUU Keperawatan yang telah mencapai babak final dan tinggal pengesahannya saja.

PPNI tentu berharap Kemenkes mau membuka diri dan mendukung Komisi IX untuk segera mengesahkan RUU Keperawatan dan tidak menghambatnya lagi dan PPNI juga akan sangat mendukung dan membantu IBI untuk bisa memiliki UU tersendiri yang terpisah dari UU Keperawatan.
Foto via Dudut Tanjung

Rabu, 04 September 2013

Program BPJS (Badan penyelenggara jaminan Sosial) yang direncanakan berlaku 2014 di kawatirkan gagal, karena pemerintah kurang serius

Rencana pemerintah menjalankan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJStahun 2014 menuai keraguan dan kritikSetidaknya, pemerintah dinilai tidak seriuskarena minimnya anggaran kesehatan untuk tahun anggaran 2014.
Demikian disampaikan Anggota Komisi IX Poempida Hidayatulloh, Selasa (2/9), saatrapat kerja dengan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Program BPJS sendiri sifatnya asuransi sosial. Bagi fakir miskinpemerintah memberikan bantuan iuran untuk ikut serta dalam BPJS lewat programPenerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp 19.225/orang/bulan.
Namun, Poempida mengeritik besaran PIB tersebut. “Pemerintah harusmempertimbangkan kembali yang namanya besaran PBI. Kami menilai dengan besaran Rp 19.225 itu masih belum cukup. Jadi, penganggaran untuk PBI, kami minta ditinjau kembali. Kalau dipaksakan, terus terang kami ragu,” tandas Poempida.
Menkes, dinilai Poempida tidak sepenuhnya fight memperjuangankan anggaran kesehatan untuk masyarakat ini. Sementara Menkes sendiri mengaku sudah berjuang setengah mati meloloskan anggaran program kesehatan masyarakat. Poempida tetap menilai Menkes tidak serius. Padahal, masalah kesehatan merupakan hal absolu tbagi kehidupan masyarakat.
“Saya bingung sekali, sebenarnya pemerintah serius tidak, sih, menangani masyarakatdalam konteks kesehatan. Seperti saya katakan, kesehatan itu sesuatu yang absolutenggak bisa ditawar-tawar. Tapi, di lain pihak pemerintah bisa membeli senjata, tank,dan pesawat. Mestinya, Ibu sebagai Menkes di kabinet, fight saja memperjuangkananggaran. Ini, kan, untuk masyarakat.”
Di sisi lain, kata Poempida, pemerintah bisa membeli alutsista yang mahal seperti pesawat dan tank. Membeli perlengkapan pertahanan percuma saja. Kalau diserangAmerika dalam 5 menit saja, Indonesia bisa habis. Jadi, daripada dihamburkan untukbelanja alutsista, lebih baik dialihkan untuk kesehatan masyarakat, tandas Poempida.
Anggaran kesehatan yang tidak optimal tersebut, menurut Poempida akan semakinmenurunkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Pengurangan anggarankesehatan ternyata hingga 40%. “Kemarin saja kita banyak sekali mendapat persoalan.Apalagi, dengan dikuranginya sampai 40% ini. Waduh, saya jadi bingung maubahasnya dari mana.” (mh)/foto:odjie/parle/iw.

Minggu, 01 September 2013

Tenaga Kesehatan Belum Dapat Perhatian : Masalah Remunerasi tenaga Perawat dan Bidan


28-Agu-2013
Tenaga kesehatan terutama parabidan dan perawat belum mendapatperhatian serius dari pemerintah.Apalagi remunerasi bagi tenagakesehatan tersebut juga tidak ada.Banyak para bidan PTT (pegawai tidaktetap) menuntut diangkat menjadipegawai negeri sipil (PNS).
Anggota Komisi IX Okky Asokawati (F-PPP) mengungkapkan hal tersebutkepada Parlementaria di ruangkerjanya, Rabu (28/8). “Yang sayaprihatinkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada tenaga kesehatan. Remunerasiuntuk tenaga kesehatan bisa dikatakan tidak ada,” katanya. Padahal saat yang samapemerintah akan memberikan dana bantuan operasional bagi lebih dari sembilan ribupuskesmas di daerah.
Dana bantuan operasional itu bisa untuk alat kesehatan dan tenaga kesehatan.Namun, soal status para tenaga kesehatan itu sendiri, hingga kini tidak diperhatikan. Para bidan PTT pernah pula berdemonstrasi di depan istana negara, menuntutdiangkat menjadi PNS. Distribusi tenaga kesehatan juga hingga kini belum merata disetiap daerah. Okky menjelaskan, para bidan PTT masa kerjanya 2 kali kontrak, sekalikontrak masanya tigatahun. Setelah itu nasib mereka tidak jelas.
“Karenanya kami di Komisi IX pernah menerima Persatuan Bidan PTT. Merekaberharap statusnya diperjelas. Akhirnya, dari pertemuan itu dan juga peraturan Menkes,disepakati seorang bidan kalau sudah kontrak kerja selama 2 tahun, maka bolehdiperpanjang lagi.” Remunerasi selama ini diberikan pemerintah kepadakementerian/lembaga yang kinerjanya kurang baik.
“Remunerasi harusnya diberikan kepada tenaga kesehatan, karena mereka betul-betulbekerja nyata untuk rakyat. Bantuan untuk sembilan ribu puskesmas lebih itu, tidakakan berjalan maksimal kalau remunerasi bagi tenaga kesehatannya tidak diberikan,”keluh Okky. (mh)foto:wahyu/parle