S E L A M A T D A T A N G DI GAPERDES GRESIK [ GABUNGAN PERAWAT DESA KABUPATEN GRESIK ] SATU-SATUNYA DI INDONESIA

Sosialisai dan Silahturahmi

Tentang Keberadaan Gaperdes Kabupaten Gresik

Persiapan Pengukuhan

Pertemuan dengan Wabub Gresik didambingi oleh Kabag Humas Pemda Gresik Dalam Rangkah Persiapan Penggukuhan Pengurus Gaperdes

Pertemuan Pengurus Gaperdes

Dengan Kepala Dinkes Kabupaten Gresik yang diwakili Kabag Yankes

Pembinaan dan Penyegaran

Program Poskesdes oleh tim pembina Dinkes Kabupaten Gresik di Desa Njobaang Ddelik Kecamatan Balongpanggang

Kegiatan Perawat Desa

Penimbangan dan pengobatan dasar Lansia di dusun karangasem

Rabu, 12 Juni 2013

Sayang anak...? perhatiakan tumbuh-kembangnya

             
         Pentingnya sistem indera taktil
  Oleh: Ratih Gandasetiawan Konsultan kesehatan dan kecerdasan Anak di Nara Sumber Depkes Pusat Intelegensia Kesehatan
Kita sering memperhatikan terakhir ini betapa banyaknya muncul orang2 yang kurang sabar, kurang bisa menerima, kurang ajar, kurang mampu berkomunikasi, kurang mampu mengatur diri, kurang mampu mengontrol emosi.

ternyata ini semua datang karena bidang kesehatan kurang memperhatikan perkembangan sistem Indera Taktil (alat kecap, alat rasa, alat raba, dan alat penciuman) Ini saya rangkumkan untuk anda hasil penelitian saya selama saya menangani anak Berkebutuhan khusus.

Pentingnya Sistem InderaTaktil !!!

Reseptor taktil ada pada kulit dan selaput lendir , termasuk di lidah sebagai alat kecap. Rangsangan ini akan di informasikan keotak dan diekspresi sesuai dengan apa yang kita rasakan pada tubuh kita, seperti rasa kecap asam-manis, asin-gurih, pahit, pedas, juga panas, dingin ,sakit, nyaman, kasar, lembut, halus, licin dll. 

Sistem Indera taktil memberikan informasi agar 

Manusia belajar membedakan, dan itu kita sebut sebagai fungsi diskriminasi yang a.l letak reseptornya sebagian besar di lidaudah harus dimulai di usia 3 bulan melalui jus buah murni sebanyak 30 cc perharinya, dan rangsangan mengenai kualitas benda: Keras, halus, lembut, kasar, licin dll juga sudah harus dikenalkan semenjak usia bayi.

Sistem Indra taktil ternyata juga berfungsi sebagai signal protektiv seperti pada rasa raba, orang merasakan rasa nyeri, rasa gatal, rasa panas, dingin dll.

Sistem Indera taktil yang normal juga menginformasikan lokasi dari input tersebut, membuat semua orang handicap atau tidaknya mampu menginformasikan dimana letak rasa yang tidak nyaman tersebut, atau di tunjukan dengan tangisan.

Sistem Indera taktil juga sebagai alat pengontrol kepekaan dari syaraf tepi kita
.
Sistem Indera taktil juga menginformaskan keberadaan dan mampu mengetahui posisi tubuh kita, dan itu kita sebut sebagai Body awareness=kesadaran tubuh.

Kemampuan penghayatan (=kesadaran) tubuh sangat diperlukan untuk menunjang perkembangan kemampuan praktis pada diri kita, yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian gerakan secara lancar dan otomatis. 

Bila sistem taktil (alat kecap, perabaan, perasaan) tidak mampu kita ekspresikan, maka berarti pada indera tersebut terjadi gangguan :
Pada alat kecap misalnya, kita lihat ciri-ciri seperti : Anak selalu menolak saat jam makan, sering muntah, dan sulit menelan.
Pada alat rabanya maka kita lihat ciri-ciri sebagai berikut : Anak sulit untuk dipeluk, menolak atau membalas memukul bila disentuh tubuhnya, ada pula yang selalu atau setiap saat ingin dibelai/diusap-usap tubuhnya.

Bila sensori kecap kurang peka maka anak akan memperlihatkan :
Makanan langsung ditelan, tanpa dikunyah
Tidak merasakan bila ada makanan tidak masuk kemulutnya, sehingga cara makannya terlihat berceceran (tidak rapi)
Tidak merasakan haus
Tidak sensitif pada rasa kenyang dan lapar

Pengaruh pada belajar dan perilaku :
Tidak mampu mengontrol saat bicara
Tidak mampu membedakan miliknya atau milik orang lain
Tidak mampu membedakan mimik muka orang lain
Tidak mampu belajar kata2 yang sopan
Sering menertawakan orang lain tanpa alasan.
Kertas selalu rusak bila menulis
Tidak mampu menggunakan penghapus dengan benar
Sulit mengkoordinasiulit memahami orang lain

Bila sensori kecap terlalu peka
Saat bayi mudah muntah, dan ini bisa terbawa terus hingga anak menjadi besar
Sulit menelan, terutama bila ada makanan yang kasar
Sulit membedakan rasa di lidah, tidak tau rasa asin, asam, manis, hanya tahu rasa pedas
Sering mual melihat makanan yang tidak disuka 

Pengaruh pada belajar dan perilaku 
Bayi menjadi sangat cengeng, sulit ditenangkan, malas bergerak
Anak juga pasif, selalu ingin di bantu
Anak kurang mau melakukan banyak hal dengan jari jemarinya
Sulit mengangkat tubuhnya melawan gravitasi
Sulit saat dilatih memegang alat tulis
Sulit tidur

Bila sensori perabaan kurang peka maka anak :
Tidak menyadari kalau barang yang sedang dipegangnya terjatuh.
Tidak merasa sakit bila ada cedera di tubuhnya.
Tidak dapat mengenal benda yang dirabanya bila tidak melihat terlebih dahulu.
Tidak dapat merasakan bila letak bajunya kurang rapih (miring)
Tidak dapat merasakan makanan yang ada disekitar mulutnya.
Tidak mampu menghayati dan mengetahui posisi tubuhnya

Pengaruh pada belajar dan perilaku :
Tidak mampu mengikuti intruksi guru, terutama guru olahraga.
Cenderung tidak ingin diperhatikan bila ingin melakukan hal-hal yang diminta oleh guru atau orang tuanya.
Selalu menjadi bulan-bulanan temannya atau dikucilkan karena sering merusak barang atau menabrak temannya, atau selalu berbuat kesalahan pada saat bermain di satu team.
Sering kehilangan benda-bendanya.

Bila sensori perabaan terlalu peka maka anak :
Menunjukan reaksi negatif (marah-marah) bila tersentuh secara tiba-tiba,
Sering merasa tidak nyaman bila didekati orang.
Tidak menyukai aktivitas yang “Kotor dan basah” lalu menggunakan tangannya.
Tidak suka memakai baju dengan tekstur tertentu,
Tidak suka di bersihkan mukanya, disisir rambutnya atau di gunting rambutnya.

Pengaruh pada belajar dan perilaku :
Sulit untuk berdiri di dalam barisan.
Sering tiba-tiba memukul temannya karena temannya berdiri terlalu dekat .
Sulit untuk dimotivasikan agar mau ikut dalam membuat tugas keterampilan yang menggunakan air, lem cair, tanah liat, bubur kertas, melukis dengan jari dll.
Mudah tersinggung dan sulit menerima pendapat orang lain


Senin, 10 Juni 2013

Perlindungan Hukum Terhadap Praktik Perawat


  Perlindungan Hukum terhadap praktik mandiri perawat
Perawat sebagai tenaga profesional memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas profesi sehari-harinya, tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan dan kelalaian baik yan disengaja maupun tidak disengaja.
Untuk menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi terutama dari tuntutan malpraktik dan kelalaian dalam keadaan darurat. Sebagai contoh misalnya di Amerika Serikat terdapat undang-undang yang bernama Good Samarinta Acts yang melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat. Di kanada terdapat undang-undang lalu lintas yang membolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi kecelakaan, yang bernama Traffic Acts.[1]
Di Indonesia telah menerbitkan UU Nomer 36 Tahun 2006 serta PP Nomer 32 Tahun 1996 dan yang terakhir PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, inipun dalam penerapannya dilapangan masih membutuhkan penjabaran melalui PERDA/PERBUP karena perlindungan hukum yang muncul dalam pasal tersebut sangatlah sempit. Seperti terdapat dalam pasal 11 bagian a PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak :
a.       Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai standar.”

Pasal ini masih membutuhkan penjabaran yang lebih rinci tentang apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh dikerjakan oleh seorang perawat dalam melaksanakan praktik mandiri dirumah terutama di daerah pinggiran yang notabene golongan masyarakat pedesaan dan miskin, yang mana untuk masalah pelayanan kesehatan masih mengadalkan perawat/mantri untuk masalah kesehatan mereka. Hal ini sebenarnya di akui sendiri oleh Menteri Kesehatan yang sekarang dr. Nafsiah Mboi. SpA. MpH, yang menyatakan “kita (Indonesia) masih kekurangan tenaga dokter yang banyak untuk mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah kita sendiri(Indonesia)” pada suatu acara di Surabaya yang di siarkan SCTVdalam program liputan Enam petang, pada tanggal 1 Mei 2013.
Pasal 10

(1)     Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter ditempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenagan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
(2)     Bagi perawat yang menjalankan praktik didaerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dmaksud dalam pasal 8.
(3)     Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dalam ayat (2) adalah harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
(4)     Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(5)     Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter, kewenangan perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak berlaku.

Pasal ini seperti diatas masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci agar tidak terjadi konflik baik dengan diri pelaksana sendiri karena merasa takut terjadi kesalahan maupun dengan penerima layanan/pasien. Pada pasal ini juga terdapat pengalihan dan/atau pengaburan peran perawat yang secara formal, dari peran keperawatan kepada peran pengobatan dan ini yang sebenarnya menjadi sumber konflik antara dokter sendiri sebagai pemegang hak pengobatan dan perawat selaku pembajak hak maupun dengan pasien selaku pemakai jasa, dan masalah ini sendiri telah lama ada dan pemerintah sendiri mengetahui masalah ini dengan di dasari diterbitkanya pasal ini. masalah antara peran perawat sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sekaligus sebagai tenaga kesehatan yang melakukan pengobatan banyak dialami di Indonesia, terutama oleh perawat puskesmas (instansi pemerintahan) atau yang tinggal di daerah perifir (perawat praktik mandiri)[2]. Dan yang menjadi korban masalah ini adalah perawat, sebagai contoh kasus perawat di Kalimantan yang dipidanakan karena kasus ini, di kebumen perawat di tindak satpol PP karena melakukan praktik mandiri,[3] serta di Gresik pada era 2010 awal perawat diambil polisi dengan kasus yang sama.
Bila kita kaji lebih dalam, masalah ini tidak saja berimplikasi pada upaya preventif dan kuratif, tetapi berimplikasi pada etika dan hukum. Penyelesaian masalah ini tentu saja tidak dapat di tangani oleh perawat yang bersangkutan, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik Kementrian Kesehatan, badan hukum, PPNI, IDI, institusi pendidikan, serta masyarakat sendiri, yang merupakan konsumen layanan kesehatan.
Pada suatu forum perawat sempat terdengar akan membawa masalah perawat tersebut ke KOMNAS HAM,  cuman terbesik dalam hati kami suatu pertanyaan bisakah kebijakan pemerintah dlaporkan ke sana sebagai pelaku diskriminasi pada individu perawat serta profesi perawat???, yaitu dalam pasal 30 UU Nomer 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi :
“Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat”.
Sesuai dengan bunyi pasal diatas perawat baik individu maupun profesi merasa takut dan tidak nyaman serta tidak terlindungi bila melakukan praktik mandiri karena belum jelasnya perundang-undangan yang ada saat ini dan belum di terbitkannya peraturan dibawahnya.


[1] Robert Priharjo. Op.cit h 78
[2] Robert Priharjo. Op.cit h 32

Pengaturan Praktik Perawat Menurut Perundang-undangan



                                  Pengaturan Praktik Perawat Menurut Permenkes
                                      Nomor 148 Tahun 2010 
Kita semua tahu bahwa profesi perawat adalah bagian dari profesi pelayanan kesehatan yang mana didalam semua aktifitas pelayanannya telah diatur didalam UU Nomer 36 tahun tentang Kesehatan dan dalam pembagian tenaganya juga telah diatur dalam PP Nomer 32 tentang tenaga kesehatan dan yang terbaru PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat.
Dalam hal pengaturan praktik perawat diatur dalam pasal 2, 8, 9,11 dan 12, PERMENKES 148 Tahun 2010 yang berbunyi :

Pasal 2
(1)     Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)     Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan diluar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
(3)     Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perpendidikan minimal Diploma III(DIII) keperawatan.

Dalam pasal ini perawat diberi wewenang untuk melaksanakan praktik mandiri di rumah selain bekerja pada institusi kesehatan lainya, ini adalah merupakan suatu penghargaan buat profesi perawat yang mana pada PERMENKES yang lama tidak mengatur hal ini.
Pasal 6
Dalam menjalankan praktik mandiri, perawat wajib memasang papan nama praktik keperawatan”.
Dalam penerapan pasal ini terjadi anbivalensi atau ketidak-percayaan diri pada perawat terutama di daerah yang pemda/bupatinya tidak ada perhatian sama profesi perawat terutama di gresik. Lain hal dengan perawat di kab. Kebumen  semua perawat yang praktik mandiri di wajibkan memasang papan nama, selaras dengan pidato ketua PPNI kab. Kebumen dalam diskusi panel praktik legal perawat menurut UU terbaru di Indonesia, Acara diskusi itu bertepatan dengan International Nurses Day yang diperingati setiap tanggal 12 Mei. Diskusi yang di gelar di gedung aula STIKES Muhammadiyah Gombong pada tanggal 12 Mei 2010, dihadiri pejabat pemkab, kepala satpol PP selaku petugas penertipan pelaku pelanggaran PERMENKES, praktisi hukum kesehatan dan anggota Dewan Kab. Kebumen.

Ketua PPNI Kab. Kebumen H. Tri Tunggal Eko Sapto, SKM, MPH menegaskan bahwa:
 konsep praktek keperawatan mandiri yaitu memiliki lisensi, memahami HAM dan hak-hak pasien, memahami etika dan system hukum yang berlaku, berbicara dengan hati-hati, memahami prosedur informed consent, memahami rahasia pasien serta harus memahami standar asuhan keperawatan. “ Tindak lanjut dari Permenkes 148 ini harus ada Perda/ Perbup untuk mengatur praktek keperawatan mandiri. Bagi teman sejawat yang sudah memiliki SIPP wajib memasang papan nama praktek (plang) sesuai dengan Permenkes 148, “ imbuh H. Tri Tunggal Eko Sapto, SKM, MPH.[1]
Pasal 8
(1)       Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
(2)       Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada, keluarga, kelompok dan masyarakat.
(3)       Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan :
a.       Pelaksanaan asuhan keperawatan
b.       Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat.
c.        Pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
(4)                 Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan.
(5)       Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan perencanaan dan pelaksaan tindakan keperawatan.
(6)       Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
(7)       Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan obat bebas dan/atau 0bat bebas terbatas.

Pada pasal ini menitik beratkan pada kewenangan, tugas dan fungsi perawat terutama pada pelayanan kolaboratip di rumah sakit dan atau ditempat kerja yang pada tanggungjawab keseluruhan tidak pada perawat saja melainkan tim pelayanan kesehatan, kecuali pada pada ayat (4) dan ayat (7) yang memberikan kewenangan yang bersifat mandiri.
Pasal 9
“Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.”

Perawat dalam melakukan praktik,perawat diwajibkan mematuhi stantar etik dan standar prosedur operasional agar terhindar dari masalah hukum, dan untuk meningkatkan mutu pelayanan sesuai yang diharapkan kedua belah pihak baik pasien maupun perawat.
Pasal 11 dan 12 yang berisikan hak dan kewajiban perawat serta hak dan kewajiban pasien yang telah penulis paparkan pada halaman diatas.
  Hak dan Kewajiban Perawat dan Pasien
1.      Hak dan Kewajibab Perawat
Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Kewjiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau harus dilakukan seseorang atau suatu badan hukum.[1]
Hak-hak perawat dan pasien pada prinsipnya tidak terlepas pula dengan hak-hak manusia atau lebih dasar lagi hak asasi manusia. Hak asasi manusia tidak tanpa batas dan merupakan kewajiban setiap negara / pemerintah untuk menentukan batas-batas kemerdekaan yang dapat dilaksanakan dan dilindungi dengan mengutamakan kepentingan umum.
Menurut Prakosa, 1988. “dalam mengklasifikas hak asasi manusia menurut sifatnya.” biasanya dibagi atau dibedakan dalam beberapa jenis    yaitu :
1.         Personal Rights (hak-hak asasi pribadi), yang meliputi kemerdekaan menyatakan pendapat dan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya.
2.         Property rights (hak asasi untuk memiliki sesuatu), yang meliputi hak untuk membeli, menjual barang miliknya tanpa dicampuri secara berlebihan oleh pemerintah termasuk hak untuk mengadakan suatu perjanjian dengan bebas.
3.         Rights of legal equality, yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum dan pemerintahan.
4.         Political Rigths (hak asasi politik), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan dengan ikut memilih atau dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi dan lain-lain.
5.         Social and Cultur Rights (hak-hak asasi sosial dan kebudayaan), diantaranya hak untuk memilih pendidikan serta mengembangkan kebudayaan yang disukai.
6.         Procedural Rights, yaitu hak untuk memperoleh tata cara peradilan dan jaminan perlindungan misalnya dalam hal penggeledahan dan peradilan.[2]

Adapun hak-hak perawat sendiri adalah :
1.    Hak-hak Perawat
a.    Perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya.
Hal ini sesuai dengan Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 53 ayat (1) sebagai berikut :
“Tenega kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”.

Dan menurut Undang-undang Nomer 36 tahun 2006 tentang kesehatan pasal 27 ayat 1 menyebutkan sebagi berikut :

“Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pprofesinya”.

Kemudian menurut PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan bab iv standart profesi dan perlindungan hukum pasal 24 ayat (1) sebagai berikut :
“ Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai standart profesi kesehatan”.             
Sedangkan menurut PERMENKES No 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat pasal, 11a menyebutkan sebagai berikut :
“ Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak :
Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai standar”.

b.        Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai dengan latar belakang pendidikanya.
Hal ini sesuai dengan PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 10 ayat (1),(2), yaitu :
(1)       Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2)       Penyelenggara dan / atau pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan / atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan ketrampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan.

Dan pasal 11 ayat (1),(2), yaitu :
(1)       Pelatihan dibidang kesehatan dilaksanakan dibalai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat pelatian lainya.
(2)       Pelatihan dibidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan / atau masyarakat.
  
Pasal 12 ayat (1),(2). Sebagai berikut :
(1)       Pelatihan dibidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)       Pelatihan dibidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan atas dasar ijin menteri.

Menurut PERMENKES No 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelengaraan praktik perawat pasal 12 ayat (2) yang berbunyi, yaitu :
“ Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi profesi.
c.         Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta standar dan kede etik profesi.
 Hal ini selaras dengan UU No 36 tahun 2006 tentang kesehatan pasal 24 ayat (1), dan (2), yang berbunyi sebagai berikut :
(1)       “ Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur oprasional.
(2)       Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Selanjutnya menurut PERMENKES No 148 tahun 2010 dalam pasal 9 menyebutkan bahwa :
“ Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.”
d.        Perawat berhak untuk mendapatkan informasi lengkap dari klien atau keluarga tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan.
Hal ini sesuai dengan PERMENKES No 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelengaraan praktik perawat yang termaktub dalam pasal 11 yang berbunyi :
“ Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak:
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan / atau keluarganya.”
e.         Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan / kesehatan secara terus-menerus.
Hal ini selaras dengan UU Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang tersirat dalam pasal 57 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut :
Sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentngan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan.”


Sebagaimana bunyi pasal 9 ayat (1) dan (2), PP Nomer 32 tahun 1992 tentang tenaga kesehatan sebagai berikut :
(1)       Pelatihan dibidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan atau penguasaan pengetahuan dibidang kesehatan.
(2)       Pelatihan dibidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.”

f.         Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh intitusi pelayanan maupun oleh klien.
g.         Perawat berhak mendapatka jaminan perlindungan terhadap resiko   kerja yang dapat menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun stres emosional.
Hal ini sesuai dengan PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut :
“ Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak :
Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.”

h.        Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
i.           Parawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien dan / atau keluarganya serta tenaga kesehatan lainya.
j.           Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ketempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan perundang-undangan lainya.
k.        Perawat berhak untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang diberikanya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di intitusi pelayanan yang bersangkutan.
Hal ini selaras dengan UU Nomer 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang termaktub dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi :
“tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan jasa dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

Sama halnya dengan UU, PP juga mengatur tentang hal ini yaitu PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang termaktub dalam pasal  25 ayat (1), (2), dan (3) yang berbunyi :
(1)       “ Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
(2)       Penghargaan yang dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh pemerintah dan / atau masyarakat.
(3)       Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.”
Begitu pula PERMENKES juga mengatur hak perawat ini yaitu ada di PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat yang tertuang dalam pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut :
“dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak :
   Menerima imbalan jasa profesi.”
l.          Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang profesinya.[3]
Hal ini sesuai dengan PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang tertuang dalam pasal 26 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut :
(1)  “Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan / atau mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2)   Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hal  ini juga diterangkan dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 yang termaktub dalam pasal 12 ayat 2 yang berbunyi sbagai berikut :
“Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi profesi.”

Sedangkan Kewajiban perawat adalah:
a.       Perawat wajib mematuhi semua peratuaran intitusi yang bersangkutan.
b.      Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas kegunaanya.
Kewajiban perawat ini telah oleh PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang termaktub dalam pasal 21 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut :
(1)       Setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2)       Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan oleh menteri.

Hal ini tercantum dalam dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek perawat dalam pasal 8 dan pasal 9 yang  berbunyi :
(1)       Praktik pelayanan keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga;
(2)       Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada indivudu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
(3)       Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:
a.       Pelaksanaan asuhan keperawatan
b.       Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat; dan
c.        Pelaksanaan tindakan keperawatankomplementer.
(4)       Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Huruf a Meliputi Pengkajian, Penetapan diagnosa keperawatn, perencanaan, implementasi, evaluasi keperawatan.
(5)       Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
(6)       Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi Pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, Pendidikan dan konseling kesehatan.
(7)       Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud ayat (4) dapat menggunakan obat bebas dan / atau obat bebas terbatas.

Dan dalam pasal 9  juga menyebutkan sebagai berikut yang berbunyi:
“Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.”

c.       Perawat wajib menghormati hak klien / Pasien.
Hal ini juga telah diatur dalam PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang termuat dalam pasal 22 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :
(1)  Tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
a.       Menghormati hak pasien;
b.       Menjaga kerahasian identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c.        Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
d.       Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
e.        Membuat dan memelihara rekam medik.
(2)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh menteri.

Sama hal dengan PP, PERMENKES juga mengatur tentang hal ini yaitu didalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, yang termaktub dalam pasal 12 ayat (1)a, yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
a.       Menghormati hak pasien;
b.       Melakukan rujukan;
c.        Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d.       Memberikan informasi tentang masalah kesehatan klien/pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e.        Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;
f.        Melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan
g.        Mematuhi standar.

d.      Perawat wajib merujuk klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemapuan yang lebih baik bila yang bersangkutan tidak dapat mangatasinya.
Kewajiban perawat ini diatur dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyeleggaraan praktik perawat yang tertuang dalam pasal 12 ayat 1b yang menerangkan bahwa :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
Melakukan rujukan.”

e.       Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan dan standar profesi yang ada.
f.       Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu klien yang lainnya.
g.      Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait lainya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada klien.
h.      Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien dan / atau keluarganya sesuai dengan kemampuanya.
Hal ini telah di atur dalam PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang tersirat dalam pasal 22 ayat 1c yang berbunyi :
“Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya  berkewajiban untuk :
Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan.”

Kewajiban ini termaktub dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, pasal 12 ayat 1d yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk:
Memberikan informasi tentang masalah kesehatan klien / pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.”
i.        Perawat wajib meminta persetujuan kepada pasien dan / atau keluarga terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Hal ini sesuai dengan isi PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang tercantum dalam pasal 22 ayat (1)d yang berbunyi sebagai berikut :
“Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan”
Didalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 juga mengantur tentang hal ini yaitu didalam pasal 12 ayat (1)e yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan”

j.        Perawat wajib membuat dokumentasi asuahan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan.
Hal ini telah diatur dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 yang termuat dalam pasal 12 ayat 1f, yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
Melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis.”

k.      Perawat wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan atau kesehatan secara terus-menerus.
Hal ini juga telah dimuat dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, didalam pasal 12 ayat 2 menerangkan bahwa :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tuganya, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi profesi.”

l.        Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas kewenanganya.
Sebagaimana UU kesehatan telah mengatur hal ini yaitu di dalam pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Nomer 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang berbunyi :
(1)     Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
(2)     Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan / atau meminta uang muka.”

Hal ini juga telah diatur dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izi dan penyelenggaraan praktik perawat, yang tercamtum dalam pasal 10 yang berbunyi :
(1)       Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang / pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
(2)       Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
(3)       Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
(4)       Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan / desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten / kota.
(5)       Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter, kewenangan perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak berlaku.”

m.     Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak berwenang.[4]
Hal ini telah diatur  oleh PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang termaktub dalam pasal 22 ayat (1)b yang menerangkan bahwa :
“Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi  pasien.”

Demikian halnya di dalam PERMENKES Nomer 148 tahun 2010, juga mengatur tentang hal ini yang tercantum dalam pasal 12 ayat (1)c, yang berbunyi :
“Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

n.      Perawat didalam melakukan praktik mandiri dan / atau berkelompok di wajibkan untuk membantu program pemerintah.
Hal ini sesuai dengan PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, yang tertuang dalam pasal 12 ayat (3) yang berbunyai :
“Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.”


2.      Hak dan Kewajiban pasien
Hak dan kewajiban klien saat ini merupakan hal yang sangat harus kita junjung tinggi, karena hal tersebut dilindungi oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang tertuang dalam pasal 53 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut :
(1)     “Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2)     Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak klien.”

Pernyataan yang berkenaan dengan hak klien dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a.    Meningkatnya kesadaran konsumen mengenai hak asuhan kesehatan dan lebih besarnya partisipasi dalam merencanakan asuhan tersebut.
b.    Meningkatnya jumlah kasus malpraktek yang dipublikasikan sehingga menggugah kesadaran masyarakat.
c.    Legislasi yang telah ditetapkan sebelumnya melindungi hubungan, seperti atasan-bawahan dan manusiawi serta legislasi kesamaan hak-hak secara umum.
d.   Konsumen memperhatikan masalah tentang meningkatnya jumlah penelitian yang dilakukan dibidang kesehatan dan meningkatnya penggunaan klien untuk tujuan pendidikan pada sejumlah disiplin. Walaupun klien dan keluarganya biasa berpartisipasi dalam riset dan program pendidikan, mereka sering kali bertanya “apakah harus?” selain itu  beberapa klien heran apakah kwalitas asuhan akan terancam bila ia tidak berpartisipasi.
Hak-hak klien / pasien menurut perundang-undangan di Indonesia:
a.    Hak-hak klien menurut UU Nomer 36 tahun tahun 2009 tentang kesehatan:
Pasal 56
(1)     Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
(2)     Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada :
a.       Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular kedalam masyarakat yang luas.
b.       Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c.        Gangguan mental berat.
Pasal 57
(1)       Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2)       Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal :
a.       Perintah undang-undang;
b.       Perintah pengadilan;
c.        Izin yang bersangkutan;
d.       Kepentingan masyarakat; atau
e.        Kepentingan orang tersebut.
Pasal 58
(1)       Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/ atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(1)       Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(2)       Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


b.    Hak-hak klien menurut UU Nomer 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu :
Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak :
a.       Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
b.       Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c.        Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d.       Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
e.        Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f.        Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g.        Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginanya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h.       Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik didalam mapun dluar Rumah Sakit;
i.         Mendapatkan privasi dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j.         Mendapat informasi yang meliputi diagnosa dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k.       Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang dilakuakan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l.         Didampingi keluarga dalam keadaan kritis;
m.     Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak menggangu pasien lainya;
n.       Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o.       Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p.       Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya; menggugat dan/ atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
q.       Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.    Hak-hak klien menurut PP Nomer 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yaitu pasal 22 dan pasal 23 yang berbunyi :
Pasal 22
(1)     Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
a.       Menghormati hak pasien;
b.       Menjaga kerahasian identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c.        Menberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
d.       Meminta bersetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e.        Membuat dan memelihara rekam medis.
(2)     Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh menteri

Pasal 23
(1)     Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2)     Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh menteri.

d.   Hak-hak klien menurut PERMENKES Nomer 148 tahun 2010 dalam pasal 12 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12
Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk :
a.       Menghormati hak-hak pasien;
b.       Melakukan rujukan;
c.        Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d.       Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e.        Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;
f.        Melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan
g.        Mematuhi standar.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa hak memperoleh informasi atau penjelasan merupakan hak asasi pasien yang utama, bahwa dalam tindakan-tindakan khusus diperlukan persetujuan tindakan medik (PMT) yang ditandatangani oleh pasien atau keluarganya.
Dalam memberikan informasi kepada pasien, kadang kala agak sulit menentukan informasi yang mana yang harus diberikan, karena sangat bergantung pada usia, pendidikan, keadaan umum dan mental pasien.[5] Namun pada umumnya dapat dipedomani hal-hal berikut :
1.      Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien.
2.      Pasien harus memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakan-tindakan yang akan diambil, kemungkinan komplikasi dan resiko-resikonya.
3.      Untuk anak-anak dan pasien penyakit jiwa, informasi diberikan kepada orang tua atau walinya.
Kewajiban klien menurut perundang-undangan di Indonesia
Disamping hak yang dijunjung tinggi, klien juga perlu memenuhi kewajibanya selama menjadi klien unit pelayanan kesehatan tertentu antara lain :
1.      Klien beserta keluarga/kerabatnya berkewajiban untuk, memetuhi peraturan dan tata tertib unit pelayanan kesehatan dimana mereka peroleh/berada.
2.      Wajib untuk mematuhi intruksi dokter, perawat, petugas kesehatan lainya yang relevan, didalam kaitanya penanganan gangguan kesehatanya.
3.      Wajib memberikan informasi secara jujur, lengkap dan terbuka tentang gangguan kesehatanya, serta kaitanya dengan kesehatanya baik saat ini maupun saat yang lalu, kepada petugas kesehatan yang berwenang.
4.      Berkewajiban untuk mencukupi dan melunasi segala dan atau semua imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang telah diterima selama berada didalam intitusi pelayanan kesehatan tertentu.[6]

Kewajiban klien / pasien menurut UU Nomer 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit yang termaktub dalam pasal 31 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut :
(1)     Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterima.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan peraturan menteri.

Klien beserta keluarganya wajib memenuhi hal-hal yang telah menjadi kesepakatan atau perjanjian yang telah disepakati bersama, dengan pihak pemberi pelayanan kesehatanmya. Kerena mereka secara otomatis telah membuat suatu perikatan yang merupakan salah satu bentuk hukum  yang harus mereka patuhi bersama, akibat persetujuan dan perjanjian ini akan terjadi “perikatan” antara kedua pihak diatas (perawat/dokter dan pasien),[7] kecuali dengan kesepakatan terjadi pembatalan perikatan tersebut, atau batal berdasarkan undang-undang.
Ketentuan pasal 1381 KUHPerdata, yang memuat pengaturan berakhirnya suatu perikatan. Dimana belum tentu dengan berakhirnya perikatan tadi, berakhir pula suatu perjanjian, yang menjadi sumber perikatan tadi. Misalnya pada kasus jual-beli dengan telah dibayar lunas maka perikatan mengenai pembayaran telah berakhir, tetapi perjanjian tentang jual-beli tadi masih berjalan, hal ini dikarenakan adanya perikatan tentang penyerahan barang.
Hal-hal yang mengakhiri suatu perjanjian dikarenakan antara lain :
1.      Jangka waktu perjanjian, yang ditentukan telah lewat.
2.      Telah adanya undang-undang tentang batas berlakunya perjanjian.
3.      Telah terjadi peristiwa tertentu, yang oleh para pihak atau undang-undang telah ditentukan sebagai sebab yang akan mengakibatkan berakhirnya perjanjian.
4.      Apabila ada pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging) oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak saja dengan memperhatikan tenggang waktu.
5.      Perjanjian berakhir karena putusan hakim.
6.      Perjanjian berakhir karena persetujuan para pihak.
7.      Telah tercapainya tujuan dari perjanjian.
Dari penjabaran diatas mengenai hak-hak dan kewajiban klien dan keluarganya tentunya perawat dituntut lebih profesional dan arif serta memegang teguh kode etik dan standar opersional prosedur, agar tidak terjadi kesalahan ataupun kelalaian dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Dan yang terpenting adalah hak serta kewajiban pasien dan perawat perlu disosialisasikan dikalangan perawat dan di tengah-tengah masyarakat agar tiap-tiap pihak memahami, menghayati, menghormati, dan mengamalkannya. Dengan demikian, diharapkan hubungan pasien dengan perawat dapat berlangsung dengan baik dan masyarakat pun bebas dari keresahan.