S E L A M A T D A T A N G DI GAPERDES GRESIK [ GABUNGAN PERAWAT DESA KABUPATEN GRESIK ] SATU-SATUNYA DI INDONESIA

Sosialisai dan Silahturahmi

Tentang Keberadaan Gaperdes Kabupaten Gresik

Persiapan Pengukuhan

Pertemuan dengan Wabub Gresik didambingi oleh Kabag Humas Pemda Gresik Dalam Rangkah Persiapan Penggukuhan Pengurus Gaperdes

Pertemuan Pengurus Gaperdes

Dengan Kepala Dinkes Kabupaten Gresik yang diwakili Kabag Yankes

Pembinaan dan Penyegaran

Program Poskesdes oleh tim pembina Dinkes Kabupaten Gresik di Desa Njobaang Ddelik Kecamatan Balongpanggang

Kegiatan Perawat Desa

Penimbangan dan pengobatan dasar Lansia di dusun karangasem

Jumat, 31 Mei 2013

Praktik Legal Perawat



 Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki SIPP” ( Pasal 3 ayat 1)
“ Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama praktik keperawatan ” ( Pasal 6)
       (Permenkes Nomor HK.02.02/ MENKES/148/1/2010)

Kutipan pasal Permenkes diatas setidaknya membuat para perawat merasa sedikit lega akan nasib praktek keperawatan mandiri, praktek yang selama ini diidam-idamkan namun penuh resiko tersandung aparat penegak hukum. Perkembangan praktek mandiri keperawatan di Indonesia menjadi semakin menggeliat sejak di terbitkannya Permenkes Nomor HK.02.02/ MENKES/148/1/2010 pada 27 Januari 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Namun, sepertinya Permenkes tersebut belum menjawab apa yang dicita-citakan perawat. Walaupun belum sepenuhnya sesuai keinginan perawat tapi setidaknya kewenangan perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan sudah mendapatkan payung hukum dalam melakukan tindakan keperawatan. Untuk melindungi kewenangan perawat tidak hanya dari Permenkes saja, Undang- Undang Keperawatan memang sudah selayaknya segera disahkan. Namun, Permenkes tersebut ternyata belum bisa sepenuhnya sebagai perlindungan hukum para perawat, terbukti akhir-akhir ini beberapa perawat tersandung masalah hukum bahkan sampai dipidanakan seperti kasus perawat Misran di Kalimantan. Di daerah Kebumen pun hampir sama kejadiannya, ada beberapa perawat ditindak oleh Satpol PP karena melakukan praktek mandiri, namun setelah didata ternyata bukan anggota PPNI Kabupaten Kebumen. Perlu dilakukan kajian mendalam dan sosialisasi permenkes tersebut kepada para perawat agar dapat menerapkan praktek mandiri keperawatan sesuai permenkes tanpa ada sandungan dari para penegak hukum.
Berdasarkan hal tersebut PPNI Kabupaten Kebumen bekerjasama dengan STIKES Muhammadiyah Gombong dan Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) STIKES Muhammadiyah Gombong mengadakan diskusi panel tentang “PRAKTEK LEGAL PERAWAT MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERBARU DI INDONESIA” .Acara diskusi ini bertepatan dengan International Nurses Day yang diperingati setiap tanggal 12 Mei. Diskusi yang di gelar di gedung aula STIKES Muhammadiyah Gombong pada tanggal 12 Mei 2010 menghadirkan 4 pembicara yaitu dr. H. A. Dwi Budi Satrio, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kebumen), Dian Lestari SP (Ketua Komisi B DPRD Kab. Kebumen), Sriyanto, S.H, MH (Ketua Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan) serta H. Tri Tunggal Eko Sapto, SKM, MPH (Ketua PPNI Kab. Kebumen). Diskusi panel ini dimoderatori oleh M. Madkhan Anis, S.Kep.Ns (Pembantu Ketua III STIKES Muhammadiyah Gombong) dan para panelis yaitu H. Giyatmo, S.Kep.Ns (Pembantu Ketua II STIKES Muhammadiyah Gombong), Sugito Edi Prayitno SIP (Kepala Seksi Penegakan Perda dan Pembinaan Umum Satpol PP) dan LSM Bina Insani.
Kadinkes Kebumen dr. H. A Dwi Budi Satrio dalam paparannya menyebutkan bahwa perawat untuk dapat melakukan praktek keperawatan mandiri harus menyiapkan dan mematuhi standar profesi dan persyaratan legal. “ Kegiatan keperawatan mandiri antara lain asuhan
keperawatan, promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan, keperawatan komplementer, dan memberikan obat bebas dan obat bebas terbatas , “ katanya
.
Sementara itu Sriyanto, SH, MH menegaskan, tenaga kesehatan harus senantiasa bertindak dengan Standar Operasional Prosedur dan prinsip kehati-hatian dan tidak memberi janji akan kesembuhan pasien.
Ketua PPNI Kab. Kebumen H. Tri Tunggal Eko Sapto, SKM, MPH menegaskan bahwa konsep praktek keperawatan mandiri yaitu memiliki lisensi, memahami HAM dan hak-hak pasien, memahami etika dan system hukum yang berlaku, berbicara dengan hati-hati, memahami prosedur informed consent, memahami rahasia pasien serta harus memahami standar asuhan keperawatan. “ Tindak lanjut dari Permenkes 148 ini harus ada Perda/ Perbup untuk mengatur praktek keperawatan mandiri. Bagi teman sejawat yang sudah memiliki SIPP wajib ‘ain memasang papan nama praktek (plang) sesuai dengan Permenkes 148, “ imbuh H. Tri Tunggal Eko Sapto, SKM, MPH.
Kepala Seksi Penegakan Perda dan Pembinaan Umum Satpol PP Sugito Edi Prayitno SIP menyampaikan, perawat harus memasang papan nama praktek keperawatan sesuai ketentuan pemasangan papan nama praktik keperawatan yang diatur dalam Pasal 16 Perda No 4/2008. Perawat minimal berpendidikan DIII keperawatan dan memiliki SIPP.
Diskusi panel ini diikuti oleh peserta dari perawat dan mahasiswa keperawatan yang antusias mengikuti jalannya diskusi dari jam 08.00 – 12.30 WIB. Menurut Syamsul Sani (ketua panitia penyelenggara), peserta diskusi berjumlah 235 orang dari perawat di seluruh Puskesmas dan RS di wilayah Kebumen dan mahasiswa keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong, bahkan ada perwakilan dari anggota PPNI Magelang.
Tindak lanjut dalam diskusi panel ini pada tanggal 17 Mei 2010 di gedung DPRD Kab. Kebumen diadakan public hearing antara perawat dan DPRD Kab. Kebumen. Hadir dalam acara dengar pendapat ini Ketua dan anggota Komisi B DPRD Kab. Kebumen, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kebumen beserta staf, Ketua PPNI Kab. Kebumen dan perwakilan dari komisariat PPNI Kab. Kebumen. Hasil dari pertemuan ini akan segera di terbitkan Perbup untuk menindaklanjuti Permenkes 148 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Keperawatan





Contoh informed Consent Tindakan Medis




BIDAN
Hindun Mardiana
Desa. Dohoagung RT 02/RW 01 Balongpanggang- Gresik
HP.085645xxxxxx
 

LEMBAR PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama               : ………...…………………………………  Umur : …………… th
Alamat              : …………………………………………………………………...
Adalah bertindak sebagai diri saya/Orang tua/Suami/Keluarga dari penderita :
Nama               : ……...……………………………………  Umur : …………… th
Alamat              : …………………………………………………………………...
Setelah mendapat penjelasan dan pengertian tentang tindakan medis yang akan dilakukan berkaitan dengan KEHAMILAN, PERSALINAN, KELUARGA BERENCANA, IMUNISASI dll yang akan dilakuan oleh Bidan…………………………………………………………………………….maka kami menyatakan menolak/keberatan atas tindakan tersebut.
Pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran atas resikoTIDAK dilakukannya tindakan medis tersebut dan kami tidak akan menuntut sesuai hukum yang berlaku atas resiko yang akan terjadi.
Demikian pernyataan ini kami buat, agar dapat dipergunakan seperlunya.


Gresik,…………………….2013
Pukul :………………….WIB

            Yang memberi penjelasan,
                            Bidan,                                                                                         Penderita,



            Hindun mardiana. Amd.Keb                                                                    …………………….
          NIP.19820202 200703 x xxx

Keluarga/Saksi



…………………….


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




Perawat praktik mandiri
Ahmad Ihsan. Amd.Kep, SH
SIPP : 446/367/437.52/2010

========================================================================
LEMBAR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama               : ………...…………………………………  Umur : …………… th
Alamat              : …………………………………………………………………...
Adalah bertindak sebagai diri saya/Orang tua/Suami/Keluarga dari penderita :
Nama               : ……...……………………………………  Umur : …………… th
Alamat              : …………………………………………………………………...
Setelah mendapat penjelasan dan pengertian tentang tindakan medis yang akan dilakukan berkaitan dengan pemasangan cairan infus, memberian injeksi vitamin, khitan, operasi kecil, pemasangan kateter urine, dll yang akan dilakuan oleh perawat…………………………………………………………………………….maka kami menyatakan setuju/memberikan persetujuan atas tindakan tersebut.
Pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran atas resiko dilakukannya tindakan medis tersebut dan kami tidak akan menuntut sesuai hukum yang berlaku atas resiko yang akan terjadi.
Demikian pernyataan ini kami buat, agar dapat dipergunakan seperlunya.
gresik,…………………….2013
Pukul :………………….WIB
            Yang memberi penjelasan,
                          perawat                                                                                        Penderita,


                Ahmad Ihsan. Amd.Keb, SH                                                         -----------------------    
                 

Keluarga/Saksi


…………………….

Jumat, 17 Mei 2013

dugaan kelalaian tenaga kesehatan

Kelalaian tenaga kesehatan atau sering disebut malpraktik kadang kala muncul dalam masalah pelayanan kesehatan terutama dalam bidang pengobatan dan keperawatan. Kelalaian tenaga kesehatan/malpraktik sendiri mempunyai pengertian beragam. Menurut Worl Medical Associatian (1992), malpraktik yaitu :
1.      Medical malpractice involves the physician failrute to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition.
2.      Or lack of skill
3.      Or negligence in providing care to the patient
4.      Wich is the direct causa of in injuri to the patient.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk
1.      Malfeasance
2.      Misfeasance
3.      Nonfeasance
Empat unsur sikap tenaga kesehatan dianggap lalai
1.      Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.
2.      Direliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3.      Damage atau kerugian adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat pelayanan kesehatan kedokteran dan atau keperawatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4.      Direct casual reletionship atau hubungan sebab akibat yang nyata.
Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian tenaga kesehatan harus membuktikan adanya ke-empat unsur diatas. Apabila salah satu diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan tersebut diniliai tidak cukup bukti.
Diagram dugaan pelanggaran
  

 Diagram1.3. Prosedur Penuntutan Dugaan Kelalaian Tenaga Dokter dan perawat Sesuai UU  Kedokteran dan RUU Keperawatan.

A.  Dasar hukum penuntutan ganti rugi
Dalam UU kesehatan nomer 23 pasal 54 dan pasal 55 menyebutkan :
Pasal 54
(1)     Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2)     Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh majlis disiplin tenaga kesehatan.
(3)     Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja majlis disiplin tenaga kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden.

Pasal 55
(1)     Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2)     Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam KUHPerdata juga mengatur mengenai ganti rugi atas kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan yang tercantum dalam pasal :
Pasal 1365
“Tiap berbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1366
“Setiap orang bertanggungjawab untuk kerugian tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Pasal 1367
“Setiap orang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatanya sendiri,  tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggunganya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasanya.

Pasal 1370
“Dalam halnya suatu pembunuhan dengan sengaja atau kurang hati-hatinya seseorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, mempunyai hak menuntut suatu ganti-rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.
Pasal 1371
“Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.
Pasal 1372
“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapatkan penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Di dalam KUH Pidana juga ditemukan pasal-pasal tentang kelalaian yaitu :
Pasal 359
“Barang siapa karena kesalahan/ kealpaanya (kelalaianya) menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360
(1)     Barang siapa karena kesalahanya (kelalainya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
(2)     Barang karena kesalahanya (kelalaianya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pasal 361
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambahkan dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

B.  Pembuktian Adanya Kewajiban dan Pelanggaran
Dasar adanya kewajiban tenaga kesehatan adalah adanya hubungan kontraktual profesional antar tenaga kesehatan dengan pasien, kewajiban profesional diuraikan dalam sumpah profesi, etika profesi, berbagai standar pelayanan dan prosedur oprasional.
Kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan baik bagi pemberi layanan maupun penerima layanan, untuk dapat memperoleh kualifikasi sebagai perawat atau dokter, setiap orang harus memiliki suatu kompetensi tertentu di bidang medik dengan tingkat yang tertentu pula, sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai selama mengikuti pendidikan keperawatan atau kedokteran.
 Untuk dapat melakukan praktik perawat :
  1. Perawat harus memiliki kewenangan bidang kesehatan (izin praktik)
  2. Perawat harus memiliki kewenangan formil (surat penugasan)
  3. Perawat harus memiliki kewenangan materiel yang diperoleh dengan memperoleh izin praktik.
Sikap dan tindakan yang wajib dilakukan oleh perawat diatur dalam berbagai standar :
1.    Standar prilaku diurai dalam etika keperawatan dan kode etik keperawatan
2.    Standar prilaku PPNI.
Dengan melihat uraian kewajiban diatas, maka mudah buat kita untuk memahami arti penyimpangan kewajiban, dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan “what is right (or wrong) for one person in a given, situation is similarly right (or wrong) for any other in an indential situation”
C.  Pembelaan Adanya Penyimpangan Kewajiban
Pada umumnya hubungan profesional antara perawat / dokter dengan pasien telah terbentuk, dimana sangat jarang kelalaian medik terjadi karena adanya hubungan perawat-pasien, seperti pada upaya pertolongan dokter/perawat pada gawat darurat medik yang tidak pada sarana kesehatan, dengan demikian pembelaan harus ditujukan kepada upaya pembuktian tidak adanya pelanggaran yang ditujukan yang dilakukan perawat atau dokter.
Dalam KUHP, UU Kesehatan dan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan tidak terdapat pelanggaran dokter / perawat terhadap kewajiban, demikian pula pasal-pasal dalam sumpah profesi, etika keperawatan / kedokteran dan standar prilaku IDI maupun PPNI, kecuali yang berkaitan dengan standar prosedur / standar pelayanan minimal.
Pembelaan harus dapat menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan standar profesi dan atau standar prosedur operasional atau kalaupun ada penyimpangan dapat dibuktikan bahwa penyimpangan tersebut masih dapat dibenarkan atau dimaafkan. Seperti kita lihat pada faktor-faktor dibawah ini.
Faktor-faktor pemaaf dan pembenaran ialah :
1.      Keterbatasan sumber daya.
2.      Pendeknya waktu atau tingkat keparahan
3.      Sifat perjalanan penyakit pasien.
D.  Pembuktian Kerugian dan Hubungan Kausalnya
Pada dasarnya suatu kerugian adalah sejumlah uang tertentu yang harus diterima oleh pasien sebagai kompensasi agar ia dapat kembali ke keadaan semula sebelum terjadinya sengketa medik, tetapi sulit untuk dicapai pada kerugian yang berbentuk kecederaan atau kematian seseorang, oleh karena itu kerugian tersebut harus dihitung sedemikian rupa sehingga tercapai jumlah yang layak (Reasonable atau fair) suatu kecederaan sukar dihitung dalam bentuk financial.
Kerugian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Kerugian immaterial (general damages, non pecuniary losses).
2.      Kerugian material (special damages, pecuniary losses).
a.       Kerugian akibat kehilangan kesempatan.
b.      Kerugian nyata, terdiri dari :
1)      Biaya yang telah dikeluarkan hingga saat penggugatan
2)      Biaya yang akan dikeluarkan sesudah penggugatan.
Ditinjau dari segi kompensasinya, kerugian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Kompensasi untuk kecederaan yang terjadi bersifat immaterial
a.       Sakit dan penderitaan
b.      Kehilangan kesenangan / kenikmatan (amenities)
c.       Kecederaan fisik / psikiatris
2.      Kompensasi untuk pengeluaran tambahan
a.       Pengeluaran untuk perawatan rumah sakit
b.      Pengeluaran untuk biaya medis lain
c.       Pengeluaran untuk perawatan
3.      Kompensasi untuk kerugian lain yang foreseable (kerugian akibat kehilangan kesempatan)
a.       Kehilangan penghasilan
b.      Kehilangan kapasitas mencari nafkah.
E.  Pembelaan Terhadap Aspek Kerugian dan Kausalitas
Dalam posisinya sebagai tergugat, perawat / dokter harus membela diri dengan mencoba membuktikan bahwa setidaknya salah satu unsur kelalaian medik diatas adalah tidak benar. Salah satu contohnya adalah bahwa kerugian yang merupakan akibat tindakan atau kelalaian perawat/dokter tidaklah sebesar yang digugat.
Dalam menilai ganti rugi (remoteness of demege) dikenal 2 pendekatan :
1.  Berdasar atas pandangan bahwa tergugat bertanggungjawab atas segala akibat langsung dari   kelalaian, tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut tidak biasa ataupun tidak terduga.
2.    Didasarkan atas pandangan bahwa seseorang hanya bertanggungjawab atas akibat-akibat yang secara reasonable dapat diantisipasi, bahkan juga pada keadaan ia tidak diragukan lagi sebagai penyebab kerugian atau kecederaan tersebut.
Didalam praktik kedua pendekatan tersebut tidaklah mudah diterapkan dan dipilih mana yang benar, oleh karena kenyataan tidaklah sedemikian sederhana.
Suatu adverse outcome (hasil tidak diharapkan) dibidang medik sebenarnya diakibatakan oleh beberapa kemungkinan yaitu :
1.   Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan perawat ataupun dokter.
2.      Hasil dari suatu resiko yang tidak dapat dihindari, yaitu yang tak daapat diketahui sebelumnya karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Resiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu.
3.      Hasil dari suatu kelalaian medik (malpraktik).
4.      Hasil dari suatu kesengajaan, ini tidak mungkin terjadi didunia keperawatan ataupun kedokteran.
  Cara kejadian (maner of the occurrence) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Forenseeable, contohnya seorang dokter yang melakukan SC kemudian  melakuakan tindakan yang tidak cermat dapat mengakibatkan perlukaan yang tidak perlu. (misalnya tepotongnya ureter / vecica urinaria).
2.      Unforseeable, contoh berhunganan dengan kasus diatas. Terjadinya perlekatan berlebihan alat-alat dalam disekitar reproduksi.
Jenis cedera juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Forensen, cidera yang berhungan dengan atau akibat dari suatu tindakan.
Contoh : seorang dokter melakukan operasi wound toilet, kerena kurang seteril atau dalam melakukan operasi kurang adekut dan kemudian hari terjadi tetanus/ gamggren atau sepsis.
2.      Unforeseen, adalah cidera yang disebabkan atau terjadi tidak ada hubungannya dengan tindakan yang telah dilakukan.
   Contoh : seorang ibu mengalami perdarahan ketuban pecah dini yang tidak bisa tolong dan     menyebabkan    kesulitan jalan lahir, terinfeksi, dan kemudian terjadi kematian ibu dan kerugian finansial maka kesemuanya dianggap foreseeable, tetapi kemudian apabila terjadi kematian suaminya yang kebetulan menderita infark jantung maka kematian suami tersebut termasuk unforeseeable